Miris! Mayoritas Muslim, Kok Bisa Juara Judol?

Pemain judol, sumber: pixabay

Pemain Judol di Indonesia 201.122 orang, Kamboja 26.279 orang, Filipina 4.207 orang, Myanmar 660 orang, Rusia 448 orang, Vietnam 426 orang, Malaysia 405 orang, Thailand 263 orang, India 161 orang, Taiwan 136 Orang. Dengan data seperti yang dikutip dari stockwise, Indonesia menjadi negara no. 1 di dunia dengan jumlah pemain judol terbanyak. 

Sungguh ironi dan menyedihkan, bagaimana bisa negara dengan penduduk mayoritas muslim mendapat predikat sedemikian buruknya. 

Lebih tragis lagi ketika kita membaca Koran Radar Bogor, ternyata Bogor menjadi Juara Judi Online. Transaksinya tembus hingga Rp. 1,1 Triliun. Dengan rincian Kota bogor Rp. 612 miliar dan Kabupaten Bogor 567 miliar. Di urutan ketiga Kotif Jakarta Timur dengan nilai transaksi mencapai Rp. 480 miliar dan disusul Jakarta Utara Rp. 430  miliar.

Dilevel Provinsi, Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan 535.566 pelaku dan transaksi hingga Rp. 3,1 triliun. Urutan kedua DKI Jakarta dengan 238.568 pelaku dan nilai transaksi Rp. 2,3 triliun. Ketiga ada Jawa Tengah dengan 201.963 pelaku dan transaksi Rp. 1,3 triliun. Disusul oleh Jawa Timur dengan pelaku sebanyak 135.227 dan nilai transaksi mencapai Rp. 1 triliun.

Judi adalah Problem Pola Pikir

Judi adalah salah satu bentuk kriminalitas dan penyakit masyarakat. kenapa orang tergoda untuk melakukannya, padahal sudah tahu resiko dan hukumnya, baik secara negara maupun agama. Seakan problem judi ini tidak pernah berhenti bahkan cenderung naik setiap tahunnya.

Baca juga: Indonesia Terancam Kelaparan, Ini Sebabnya! 

Dalam ilmu kriminologi ada dua faktor yang menyebabkan orang berbuat kejahatan. Yakni kesempatan dan niat .

Sekulerisme yang dianut oleh negeri ini, seolah menjadi pembenaran dengan memberi kesempatan dan kelonggaran kepada segala macam bentuk perjudian, baik offline atau online.

Sudah menjadi rahasia umum, setiap perjudian di setiap daerah selalu ada beking di belakang dari kalangan aparat, Makanya susah sekali diberantas. Yang ada justru perjudian tersebut dipelihara untuk menjadi sapi perah bagi aparat nakal. Naasnya, oknum di negeri ini banyak sekali.

Belum lagi jika kita melihat situs-situs judol yang aman dan terus bergerilya di dunia maya mencari korbannya tanpa hambatan untuk melancarkan aksinya.

Ratusan bahkan ribuan aplikasi judol dengan mudah diakses oleh siapa saja, lelaki, perempuan, muda atau tua. Maka tidak heran jika kemudian pelaku judol sampai hari ini sudah tembus hingga 2,3 juta orang. 

Faktor kedua niat, niat seseorang berjudi tidak muncul dari pemikiran kosong. Niat itu timbul karena adanya pemahaman. Ketika seseorang memahami bahwa judi itu adalah pekerjaan, maka dia akan menjadikan judi sebagai mata pencahariannya, baik sebagai bandar atau pemain. 

Jadi problem utamanya berasal dari pemahaman yang salah tentang judi. Selama pemahamannya seperti itu, maka selama itu pula judi tidak akan bisa diberantas. 

Hal ini diperparah oleh peran negara yang memberi kesempatan judi untuk berkembang karena alasan manfaat yang diberikan kepada negara berupa pajak. 

Sekulerisme yang berpadu dalam sistem negara ini telah mencerabut karakteristik kemusliman warga negaranya. Sehingga agama yang dianut oleh sebagian besar rakyat Indonesia tidak memiliki pengaruh sedikit pun dalam perilaku dan aktivitas sehari-hari mereka. Agama di sisi lain sementara perbuatan di sisi yang lainnya.

Dan naifnya, sekulerisme tersebut diajarkan secara sistemik di dalam pendidikan sejak bangku dasar hingga perguruan tinggi. Semua peserta didik diarahkan pada suatu paham untuk menetralisir semua aktivitas dari peran agama. Agama hanya ada dalam tempat ibadah semata. 

ketika ada pihak atau kelompok yang menyandarkan aktivitas dan tindakannya pada agama dianggap intoleran, politik identitas, kadrun, sumbu pendek dan stigma jelek lainnya.

Solusi Fundamental Judol

Ada tiga pilar yang harus diwujudkan untuk membentuk negara yang baik dan bebas dari judol.

Pertama, negara harus membangun ketaqwaan setiap individu rakyat. Dengan ketaqwaan ini setiap orang akan tercegah dari perbuatan kriminal termasuk judol, tidak peduli ramai atau sepi, untung atau rugi, banyak atau sedikit selama perbuatan itu haram dan bertentangan dengan prinsip-prinsip ketaqwaan dia akan menghindari nya. 

Menanamkan ketaqwaan kepada individu ini akan efekatif jika dilakuakn secara sistemik di dalam pendidikan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dan di masyarakat melalui pengajian, konseling dan lain sebagainya.

Ketaqwaan ini akan membentuk suasana masyarakat yang peduli untuk beramar makruf nahi munkar. Inilah pilar kedua, yakni kontrol masyarakat dengan dakwah dalam mencegah kejahatan dan menyuruh kepada kebaikan.  

Ketiga, peran negara dengan menutup semua akses kepada judol. Negara dengan tegas dan keras menghukum pelaku judol baik bandar atau pemain. Hukuman yang membuat jera dan takut. Negara akan menerapkan ta’zir hingga hukuman mati kepada bandar jika efek kerusakannya merebak ke seluruh negara.

Inilah solusi fundamental yang akan membabat habis judol hingga ke akar-akarnya. Adakah negara yang bisa menerapkan tiga solusi itu selain Khilafah ?[]


Penulis: Muhammad Ayyubi

Editor: Mehmet Fadli

Komentar

  1. Judol merata di semua kalangan, termasuk pelajar...daya tarik nya karena ada yg menang judol dn dpt uang haram... Di kalangan petani banyak terjadi judol, bahkan isteri petani membiarkan suaminya judol karena sudah merasakan hasil dari judolnya (SPT bisa beli motor dll).

    BalasHapus

Posting Komentar